Monday, February 24, 2014

ray-refleksi1

Kursus ECW-1 selama 7 minggu, ECW-2 juga 7 minggu, T-100 dalam 6 minggu dan baru dijalani minggu pertama, telah memberikan banyak teori-teori yang berguna tentang Entrepreneur. Di UCEO saya diberi tahu bahwa entrepreneur tidak hanya berlaku pada bidang bisnis (business entrepreneur), tapi juga berlaku di pemerintahan (government entrepreneur), pendidikan (academic entrepreneur), dan lingkungan masyarakat (society entrepreneur). 

Belajar di kursus UCEO sampai saat ini diberikan dengan gratis. Bandingkan dengan kuliah di universitas negeri atau swasta lain yang wajib bayar per semesternya antara rp 600.000 sampai rp 4.500.000, belum lagi jika berbicara fakultas yang jauh lebih mahal seperti teknik, arsitektur, informatika, kedokteran dll (ingat kasus Universitas Sriwijaya dengan demonstrasi ribuan mahasiswa karena 130 mahasiswa terancam DO akibat tidak sanggup bayar biaya kuliah). 

Kursus T-100 dimaksudkan untuk scale-up usaha karena untuk start-up usaha sudah diberikan di ECW, namun pada kenyataannya siswa T-100 masih didominasi oleh siswa-siswa yang belum pernah melakukan start-up usaha. Tidak apa demikian, karena di UCEO ilmu entrepreneur dapat dipelajari kapan saja, oleh siapa saja, dimana saja, tanpa memandang pendidikan. 

Kursus-kursus UCEO siswanya multi dimensi, lulusan SD dengan lulusan S-2 diperlakukan sama, begitu juga yang tak berpengalaman dengan yang hampir pensiun atau sudah pensiun semuanya diperlakukan sama. Suatu suasana yang sangat menarik karena belum pernah terjadi di dalam dunia pendidikan di Indonesia. Hasilnya akan bagaimana, tentunya dapat dibuktikan pada kira-kira 5 – 25 tahun kemudian. Bagaimana pun ini adalah sebuah terobosan yang berani, dan saya berdoa semoga upaya UCEO untuk mencetak 4 juta entrepreneur yang berasal dari kalangan bawah dalam 25 tahun mendatang, dapat berhasil. 

Saya memiliki pengalaman di bidang electronic navigation equipment, fleet maintenance, shipping operation, oil & gas logistic base, custom clearance, air transport, palm oil transportation, coal barging. Namun saya ingin mempraktekkan apa yang diperoleh di ECW yaitu diversifikasi ke bidang lain yang belum pernah dilakukan. Pilihan saya adalah menulis buku pertama dengan judul Menguak Misteri dibalik Uga Wangsit Siliwangi. 

Mas Andy Admin UCEO mengenalkan saya pada pak Adi Kusrianto dosen UC Surabaya, book writer, associated editor, dan literary agent, beliau menulis 170 buah buku. Saya dibimbing pak Adi tentang cara menulis sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku sekarang. Sangat menarik sekali karena sebagai pendatang baru banyak halangan yang dihadapi, dan membuat adrenalin saya menjadi mengalir lebih deras. Isi naskah dapat diterima pak Adi namun editingnya dibongkar habis-habisan, saya berupaya memperbaikinya dalam waktu tiga bulan yang cukup memeras pikiran, tenaga, mental dll, namun alhamdulillah akhirnya bisa selesai juga. Naskah diserahkan pada hari Senin tgl. 24 Januari 2014 kepada salah satu Penerbit besar di Jakarta. 

Apakah upaya saya sudah berhasil? Oooo belum tentu teman-teman UC Onliners. Penerbit akan melakukan pemeriksaan akhir sebelum naskah diterbitkan. Sesudah itu, Penerbit akan mengadakan penelitian melalui toko-toko buku di seluruh Indonesia, apakah buku semacam ini dapat diterima pasar? 

Nah, pelajaran entrepreneur di UCEO yang diberikan di dunia maya, harus dihadapi di dunia nyata, “inovasi’ alias kreatifitas yang diterima pasar, diuji langsung di lapangan. Jika jawabannya ‘ya”, buku bisa diterbitkan, jika jawabannya “tidak” buku ditolak, jika jawabannya “50:50” maka penulis pun diminta sharing dengan Penerbit untuk menanggung biaya produksi dan pemasaran 50:50. Misalnya buku diterbitkan 4.000 eksemplar, maka pemasaran 2.000 buku ditanggung penerbit dan sisanya diusahakan sendiri oleh penulis. 

Itu adalah kenyataan yang ada di zaman sekarang yang berbeda jauh dengan zaman baheula. Tugas penulis zaman dulu adalah memakai daya imajinasinya lalu berkarya dalam bentuk tulisan, biaya produksi dan pemasarannya ditanggung Penerbit. Zaman sekarang, penulis pun harus memikirkan segalanya. Itulah pentingnya belajar di UCEO. 

Last but not least, saya mohon doa dari rekan-rekan UC Onliners di mana saja berada, mudah-mudahan buku yang ditulis berdasarkan ilmu UCEO dapat juga diterbitkan dengan disertai izin Tuhan YME. Amiin. Salam Entrepreneur!

4 comments:

  1. Replies
    1. Terimakasih Rihanualifa.
      Salam Entrepreneur!

      Delete
  2. Menjadi entrepreneur tidak mungkin tanpa menjadi pembelajar! Pak Ray sudah melangkah luar biasa apalagi ke luar dari bidang yang digeluti selama ini. Good luck Pak Ray.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terimakasih Co-workers,
      Salam Entrepreneur!

      Delete